Jauh sebelum Jama’ah Al Khidmah secara resmi berdiri pada tanggal 25 Desember 2005 di Semarang[2], sejatinya perkumpulan ini
sudah eksis sejak tahun 1987. Saat itu jumlah anggota baru belasan
orang dan daerah cakupan masih berada di sekitar Gresik. Orang sering
sebut perkumpulan itu geng “orong-orong”.[3] Nyaris, tak ada orang yang
mau melirik perkumpulan tersebut.
Tetapi kini, saking banyaknya, jumlah Jama’ah Al Khidmah telah mencapai ribuan bahkan jutaan orang dan tersebar tak hanya di Indonesia tetapi juga di Singapura, Malaysia, Thailand, Yaman, Makkah, Madinah, Australia, dan Brunei Darussalam.
Tak hanya diselenggarakan oleh masyarakat umum dan pondok pesantren,
tetapi juga digelar oleh instansi pemerintah, rumah sakit, lembaga
ilmiah seperti LIPI, sekolah menengah dan universitas.
Tokoh
dibalik semakin membludaknya Jama’ah Al Khidmah itu bukan lain adalah
Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA. Beliau adalah tokoh
kunci dan pendiri Jama’ah Al Khidmah, yang dalam satu kesempatan pernah
menuturkan satu harapan dan doa agar Jama’ah Al Khidmah ke depan dapat menjadi “oase dunia”.
Jama’ah
Al Khidmah, seperti tertera dalam visinya, bermimpi “mewujudkan
generasi yang sholeh dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang
pandai bersyukur, dapat menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya,
guru-gurunya hingga Nabi Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al
Qur’an dan hadist serta tuntunan akhlaq para salfunassholeh
(orang-orang dahulu yang sholeh)”.[4]
Bertumpu pada konteks
itulah keberadaan Al Khidmah Kampus dengan demikian dianggap pas, kalau
bukan mendesak. Al Khidmah Kampus dianggap penting paling tidak untuk
dua hal: pertama, sebagai wadah generasi muda Al Khidmah di univesitas
dan sekolah; kedua, sebagai medium pengkaderan dan regenerasi Al
Khidmah. Maka dari itulah pada naskah ini akan dikemukakan—sejauh
pengetahuan penulis—tentang sejarah dan pergulatan pengembangan Al
Khidmah Kampus di Yogyakarta yang baru berjalan satu tahun terakhir.
Awal Mula
Pada
tahun 1999, Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al-Ishaqy RA kali
pertama rawuh ke Pondok Pesantren Hidayatul Falaah Bejen Bantul. Pondok
itu diasuh oleh Romo KH. Achmad Burhani Asyahidi. Sejak saat itulah
bibit Al Khidmah muda tersemai di Jogjakarta. Kemudian pada tahun 2004,
terselenggara Haul Akbar pertama di Masjid Agung Kabupaten Bantul, yang
dihadiri pula oleh Hadratusyaikh RA.[5]
Empat tahun kemudian,
tepatnya tanggal 18 Maret 2008 M/10 Maulud 1429 H, Romo KH. Najib
Zamzami bersama rombongan santri PP Al Ishlahiyyah Kemayan Kediri rawuh
di Maguwoharjo, Sleman, dalam rangkaian acara Haul Sayyidina Syaikh
‘Abdul Qodir Al-Jilany RA. Sepengetuhan penulis, itu adalah acara
manaqib pertama Al Khidmah di daerah Sleman. Romo KH. Najib berkenan
rawuh ke Maguwo atas permintaan KH. Roikhan Zainal ‘Arifin dan
santri-santrinya, antara lain, H. Saring Artanto, Agus Setiawan, dan
Suwardiyo.
Pada tanggal 4-5 Juli 2008, sekumpulan perantau dan
pengusaha di Kota Jogjakarta yang berasal dari Gunung Kidul, disepuhi
oleh H. Saring Artanto dan Agus Setiyawan, sowan ke dalem Romo KH.
Najib Zamzami Kediri.[6] Pisowanan itu dalam rangka memperteguh
komitmen untuk “nderek” kepada Hadratussyaikh RA. Maka, atas nasihat
dari Romo KH. Najib, mereka diarahkan untuk “merapat” ke Romo KH. Achmad
Burhani, imam khususi daerah Jogjakarta yang ditunjuk langsung oleh
Hadratussyaikh RA[7]. Kemudian pada tanggal 13 Juli 2008, Romo KH.
Achmad Burhani mengajak mereka sowan ke dalem Hadrotussyaikh RA di
Pondok Pesantren Kedinding, yang kala itu bertepatan dengan Pengajian
Minggu Kedua. Namun, sayangnya, karena kondisi kesehatan Hadrotussyaikh
RA yang saat itu sudah tidak memungkinkan, Beliau RA tidak mengisi
pengajian, dan sowan dilakukan pada saat majlis-majlis berikutnya.
Hingga
Mei 2009, di daerah Kota Jogjakarta terdapat kurang lebih 30 Jama’ah.
Tetapi belum terbentuk kepengurusan secara resmi. Kemudian atas
inisiatif dari Ketua Al Khidmah Wilayah Jateng-DIY, H. Joko Suyono,
meminta agar segera dibentuk kepengurusan terutama di daerah Kota
Jogjakarta. Saat itu H. Saring Artanto dan Agus Setiawan intensif
bermusyawarah dengan Muhsin Kalida, MA., dosen UIN Sunan Kalijaga, soal
proses pendirian kepengurusan di Kota Jogjakarta. Akhirnya pada tanggal
18 April 2009, diselenggarakan Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing
perdana di Padepokan Cakruk Pintar, Nologaten, Depok, Sleman. Saat itu
dihadiri oleh Romo KH. Achmad Burhani, Romo KH. Sirojan Muniro (PP Nurul
Haromain Sentolo Kulonprogo), H. Joko Suyono, KH. Muhyi Darmaji,
Jama’ah Al Khidmah Bantul, Jama’ah Al Khidmah Kota, warga dan tokoh
masyarakat sekitar Nologaten, santri PP. Wahid Hasyim Gaten, dan santri
PP Universitas Islam Indonesia.
Majlis Nologaten yang pertama
itu boleh dikatakan sebagai launching Pengurus Al Khidmah Daerah Kota
Jogjakarta dan Sleman.[8] Saat itu menjabat sebagai Ketua pertama
adalah Agus Setiawan, lalu pada tahun 2010, diganti oleh Suwardiyo.
Selain Majlis di Nologaten, atas inisiatif dari Ustadz Fathurrozi[9], di
Kota sebelumnya sudah dirintis pula Majlis Rutin Malam Jumat.
Sementara di Bantul sendiri, jauh sebelumnya, sudah rutin Majlis
Manaqib setiap Ahad Pon dan Majlis Iklil setiap Sabtu Legi. Begitu
kemudian menyusul, atas kerja keras Romo KH. Sirojan, terbentuklah pula
kepengurusan dan majlis Al Khidmah di Kulonprogo dan Gunungkidul yang
diketuai oleh Slamet Gento.
Kemudian pada tanggal 8 Mei 2010,
Ketua Umum Pimpinan Pusat Al Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., rawuh ke
Majlis Rutin Sabtu Malam Ahad Pahing. Kehadiran beliau tentu dalam
rangka memperkuat komitmen kepengurusan yang sudah terbentuk di seluruh
wilayah DIY, betapapun masih sangat muda. Hal itu ditunjukkan dengan,
salah satunya, diselenggarakan Musyawarah Nasional PP Al Khidmah di UIN
Sunan Kalijaga, 2-4 April 2010, kemudian ditutup dengan Majlis Dzikir
dan Maulidurrasul SAW di Masjid Gede Kauman, Jogjakarta, yang dihadiri
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Al Khidmah Kampus
Sejak
Al Khidmah Kampus Semarang dilaunching pada 3 November 2010[10],
lahirlah semacam kesadaran kolektif dari kalangan muda Al Khidmah di
daerah-daerah dan kota-kota besar untuk mendirikan Al Khidmah Kampus di
universitas masing-masing. Sebagai perintis awal, di Semarang adalah
Deeda Anwar, di Surabaya ada Robith Al Hamdany dan Fitrah Fotografi, di
Jakarta ada Aris Adi Leksono, di Jogjakarta ada Andi Asmara dan Hilal
Ahmed, serta beberapa mahasiswa di Malang, Ponorogo, Lamongan, Gresik,
dan kota-kota lain.
Pada 20 November 2010, Andi mengundang
mahasiswa dari berbagai kampus untuk mengadakan Majlis Iklil di
Monjali. Selepas majlisan diadakan rapat konsolidasi dan pembentukan
“embrio” pengurus Al Khidmah Kampus Jogjakarta. Rapat itu dalam rangka
menyambut dibentuknya Al Khidmah Kampus Semarang. Selain penulis, hadir
saat itu Yusuf (UIN Sunan Kalijaga), Hilal Ahmad (UGM), Mulyadi (UNY),
beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang nyantri di PP Wahid
Hasyim[11], beberapa mahasiswa UGM yang tinggal di rumah kontrakan
Andi[12], dan Larit Satriyani S. Putri (putri H. Joko Suyono, mahasiswa
UGM).
Rapat itu berhasil membentuk kepengurusan sementara.
Penulis kebetulan diberi amanat untuk menjadi Ketua Al Khidmah Kampus
Jogjakarta dan Hilal Ahmed sebagai Sekretaris. Tetapi setelah
kepengurusan terbentuk tidak lantas kemudian proses konsolidasi
mahasiswa di kampus-kampus berjalan dengan lancar. Betapapun banyak
mahasiswa yang kenal dan paham tentang Al Khidmah (bahkan aktif di
daerahnya masing-masing), perlu diketahui bahwa butuh proses yang cukup
panjang untuk mencari kader unggul, baru, dan segar di kampus-kampus.
Saat itu harus disadari bahwa Al Khidmah Kampus sedang mencari bentuk
serta pendekatan yang pas dan tepat terutama dalam konteks
keberlangsungannya di Jogjakarta, yang kondisi sosio-kulturalnya jauh
berbeda dengan Semarang, Surabaya, Malang, dan daerah-daerah lain.
Akhir
Mei 2011, penulis bermusyawarah kecil-kecilan dengan Alfian Haris dan
Abdul Basith di rumah H. Saring. Kita sepakat untuk membuka majlis
perdana Al Khidmah Kampus di Masjid UIN Sunan Kalijaga. Dengan tetap
berkoordinasi dengan Andi, Hilal, dan Yusuf (PP Wahid Hasyim), maka
tanggal 31 Mei 2011, Alfian Haris dan Basith melayangkan surat
permohonan untuk menyelenggarakan Majlis Iklil ke Takmir Masjid UIN
Sunan Kalijaga. Selain Muhsin Kalida, MA, adalah Baihaqi Latif dan
Rosyid, dua pemuda yang berjasa memperlancar ijin kami di ketakmiran.
Rosyid yang kebetulan adalah kawan Baihaqi dan anggota pengurus Takmir
Masjid UIN Sunan Kalijaga memberi pemahaman kepada Ketua Takmir, Dr.
Waryono Abdul Ghofur, tentang apa dan bagaimana Jama’ah Al Khidmah.
Begitu pula dengan Muhsin Kalida yang bukan lain adalah kolega dari Dr.
Waryono.
Semata-mata atas ijin Allah SWT, Takmir Masjid UIN
Sunan Kalijaga tertanggal 01 Juni 2011 mengeluarkan surat bernomor
48/B/Lab Agama SK/VI/2011, berisi pemberian ijin penyelenggaran Majlis
di Masjid UIN dan, yang membuat kami saat itu sangat bersyukur, memberi
penekanan: “bahwa kegiatan yang dimaksud dalam surat tersebut agar
dijadikan bagian dari kegiatan Laboratorium Agama Masjid Sunan
Kalijaga”.[13]
Surat balasan itu sekali lagi sungguh membuat kami
saat itu sangat bersyukur karena asumsi bahwa Al Khidmah Kampus tidak
akan diterima oleh warga kampus di Jogjakarta menjadi terbantahkan.
Dengan semangat juang yang tinggi, akhirnya pada tanggal 7 Juni 2011,
tergelarlah Majlis Rutin Selasa Sore[14] perdana Al Khidmah Kampus di
UIN Sunan Kalijaga yang diikuti oleh kurang lebih 45 mahasiswa. Bermula
dari Majlis ini, salah satu mahasiswa dari Universitas Islam
Indonesia, Misbakhul Huda, berinisiatif menggelar Majlis serupa setiap
hari Senin di kampusnya yang dimulai pada tanggal 20 Juni 2011.
Kemudian agak belakangan, atas kerja keras Hamid dan Diyah Kholil dan
Hilal Ahmed dan Larit, pada tanggal 19 November 2011, terselanggaralah
Majlis Rutin Sabtu Sore (dwimungguan) di Mushola Ibnu Sina Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Bermula dari pelbagai majlis
itu pulalah kemudian muncul kader-kader baru dari berbagai universitas
di Jogjakarta. Misalnya, di UIN Sunan Kalijaga—selain Alfian Haris dan
Abdul Basith—ada Amir Yusuf dan Abdullah Wasik; di UNY ada Taufiq dan
Farida; di UII ada Nur Haris ‘Ali, Denes, Alfi Rahmawati, Wisnu, Rijal
Bahtiar; di UGM—selain tentu saja Hilal Ahmed dan Larit Satriyani S.
Putri—ada Diyah Kholil dan Hamid.[15]
Tentu tak hanya mereka (dan
teman-teman mereka yang tak bisa saya sebut semua di sini) yang
berperan penting dalam masa perintisan awal Al Khidmah Kampus di
Jogjakarta. Mereka yang menjadi staf di kampus-kampus tersebut dengan
kelegaan hati dan kesabaran perjuangan juga membantu mengembangkan Al
Khidmah Kampus. Sebut saja misalnya Ali Ubaidillah (UII), Bunda Umi
(UGM), Muhammad Zakiy Muntazhar (UGM), dan teman-teman Keluarga
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) UGM. Sementara di luar kampus, nama
yang paling patut disebut di sini adalah Romo KH. Achmad Burhani, Deeda
Anwar, H. Saring, dan seluruh elemen yang berada di bawah tenda besar
Al Khidmah baik di Jogjakarta dan Jawa Tengah, baik dari daerah maupun
pusat.
Untuk mewadahi agar semangat yang tangguh itu terus
berkibar dan tak lekas pudar, maka pada tanggal 22 Agustus 2011 H/22
Ramadlan 1423 H, dibentuklah kepengurusan Al Khidmah Kampus Wilayah
D.I. Yogyakarta yang baru dan reshuffle kepengurusan tingkat
universitas se-DIY di Universitas Islam Indonesia. Misbakhul Huda
mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah Kampus Wilayah DI Yogyakarta.
Nur Haris ‘Ali, menggantikan Huda, mendapat amanat sebagai Ketua Al
Khidmah Kampus UII. Amir Yusuf mendapat amanat sebagai Ketua Al Khidmah
Kampus UIN Sunan Kalijaga, menggantikan Alfian Haris yang mendapat
amanat sebagai Sekretaris Al Khidmah Kampus DIY. Taufiq mendapat amanat
sebagai Ketua Al Khidmah Kampus UNY. Sementara di UGM, masih dipegang
secara kolektif oleh Hilal Ahmed, Hamid, Diyah Kholil, dan Larit.
Seolah
seperti menyambut semangat kolektif tersebut, para kader-kader baru
dengan kesungguhan—yang tak bisa saya bayangkan: sangat tangguh dan
luar biasa—bekerja keras untuk kemajuan Al Khidmah Kampus di
Jogjakarta. Dan Malam Keakraban pada dua hari ini adalah salah satu
dari jerih payah mereka.
Agenda Ke Depan
Pertanyaannya
kemudian: ke mana langkah Al Khidmah Kampus Jogjakarta ke depan?
Pertanyaan lain yang tak kurang pentingnya: untuk (si)apa Al Khidmah
Kampus ini?
Pertanyaan itu dapat dijawab dengan dua perspektif: normatif-visioner dan realistis-organisatoris.
Secara
normatif-visioner Al Khidmah Kampus, seperti dikemukakan di awal
tulisan ini, mengemban visi yang tulus: “mewujudkan generasi yang sholeh
dan sholehah, sejahtera lahir dan batin, yang pandai bersyukur, dapat
menyenangkan hati keluarganya, orangtuanya, guru-gurunya hingga Nabi
Besar Muhammad SAW, sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan hadist serta
tuntunan akhlaq para salfunassholeh (orang-orang dahulu yang sholeh)”.
[16]
Al Khidmah Kampus perlu kita kembangkan bukan untuk
siapa-siapa, kecuali untuk kita dan akan kembali kepada kita dan
generasi setelah kita. Maka kita tentu perlu melakukan “pembumian” ke
dalam kegiatan yang lebih praktis dan “persepsibel” agar visi itu tidak
sekadar menjadi satu visi yang kosong. Dan pekerjaan ini akan kita
garap saat Rapat Kerja Al Khidmah Kampus DIY, besuk tanggal 25 Desember
2011 di Joglo Abang, Sleman.
Tetapi cukuplah semangat yang
perlu terus kita perbaharui saat ini adalah, bahwa perjuangan kita di Al
Khidmah Kampus bukan lain bertujuan untuk membahagiakan hati orangtua
dan guru kita terutama Hadratussyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al Ishaqy
RA. Kita tentunya ingat, dengan kasih sayangnya yang agung,
Hadratussyaikh RA tetap bersemangat membimbing, mengarahkan, dan
mendoakan kita agar kita menjadi pribadi yang senantiasa berdzikir,
berfikir, dan beramal sholeh. Kita pun diajari oleh Beliau RA bagaimana
cara menghormati dan membahagiakan hati guru, orang tua, dosen,
keluarga, pahlawan, para pendahulu yang sholeh, hingga Nabi Besar
Muhammad SAW. Yang tak kalah penting, di tengah jaman akhir yang “edan”
dan centang-perenang seperti saat ini, kita oleh Beliau RA dijari untuk
selalu pandai bersyukur atas nikmat yang hadir dalam diri kita dan
dituntun bagaimana menjalani hidup dan kehidupan sesuai tuntunan dan
bimbingan guru-guru yang sholeh dan akhlak Rasulillah SAW.
Selanjutnya,
secara realistis-organisatoris, keberadaan Al Khidmah Kampus dianggap
sangat perlu dan strategis sebagai—meminjam istilah H. Hasanuddin,
S.H.—“tulang punggung” pengkaderan Al Khidmah di masa depan. Satu
kejahatan yang diorganisir dengan baik saja dapat menghasilkan kualitas
kejahatan yang baik, apalagi satu kebaikan, tentu jika diorganisir
dengan baik maka akan menghasilkan satu kebaikan yang berlipat ganda
baiknya.
Satu hal yang patut disadari adalah, bahwa strategi
pengembangan yang ditawarkan dalam pengembangan Al Khidmah Kampus
sebaiknya sedikit berbeda dengan pengembangan umumnya Al Khidmah. Al
Khidmah Kampus mesti beradaptasi dengan psiko-sosio-kultural mahasiswa
di masing-masing universitas. Kita harus membaca realitas bahwa
mahasiswa berada di kampus hanya kurang lebih 4 tahun. Maka kita perlu
berpikir bagaimana supaya dalam masa 4 tahun itu, mahasiswa dapat
secara efektif terlibat dalam kegiatan pengembangan Al Khidmah, tetapi
tanpa meneledorkan kewajiban utama mereka yakni belajar dan berprestasi.
Kita
harus sadar bahwa setiap kampus, sebagaimana satu daerah, memiliki
kondisi yang berbeda-beda. Pengalaman mengembangkan Al Khidmah Kampus di
UII, misalnya, sangatlah berbeda dengan pengembangan Al Khidmah Kampus
di UIN, UGM, atau UAD. Begitu pula pengalaman mengembangkan Al Khidmah
Kampus di daerah Semarang sangatlah berbeda dengan pengembangan Al
Khidmah Kampus di daerah Surabaya, Ponorogo, Papua, Jogjakarta, atau
Jakarta. Dengan demikian pendekatan yang perlu dilakukan terhadap
masing-masing kampus mesti berbeda-beda. Hal ini agar pendekatan dan
strategi pengembangan yang dilakukan oleh Al Khidmah Kampus tidak lekas
putus di tengah jalan sebelum cita-cita Hadratussyaikh RA—agar Al
Khidmah dapat menjadi “oase dunia”—terwujud.
Walhasil, selamat
atas terselenggaranya “Malam Keakraban I dan Launching Al Khidmah
Kampus Wilayah D.I. Jogjakarta”. Mudah-mudahan lahir generasi muda baru
yang tangguh, sholeh, dewasa, dan istiqomah. Mudah-mudahan Allah
SubhanHu wa Ta’alaa memberi kekuatan lahir dan batin kepada kita dalam
mengemban amanat yang mulia ini.
Banyumas, 22 Desember 2011 [bertepatan dengan Hari Ibu Indonesia]
--------------------------
[1]
Disampaikan dalam “Malam Keakraban (Makrab) I dan Launching Al Khidmah
Kampus D.I. Yogyakarta”, 24-25 Desember 2011, di Joglo Abang, Sleman,
Yogyakarta.
[2] Selain Hadratusyyaikh Romo KH. Achmad Asrori Al
Ishaqy, tokoh pendiri lain adalah H. Muhammad Nuh (Menteri Pendidikan
RI; saat itu beliau masih menjabat sebagai Rektor ITS), H. Muntiyarso,
dan H. Hasanuddin, S.H. Lihat KH. Achmad Asrori Al Ishaqy, 2005, Tuntunan dan Bimbingan, Penerbit Jama’ah Al Khidmah, Semarang.
[3]
Keterangan ini penulis peroleh dari Pidato Sambutan Ketua Umum PP Al
Khidmah, H. Hasanuddin, S.H., dalam Haul Akbar Kabupaten Gresik, 18
Desember 2011, di sepanjang Jalan Veteran, Gresik.
[4] Lihat di
situs resmi Jama’ah Al Khidmah,
[http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21 Desember
2011, accessed 21 Desember 2011
[5] Lihat situs
Jama’ah Al Khidmah Bantul,
[http://Jama’ahal-khidmahbantul.blogspot.com/p/profil_06.html], updated
21 Desember 2011, accessed 21 Desember 2011. Keterangan tahun saya
peroleh dari Mazdan, santri Pondok Bejen Bantul yang kerap menjadi
jurnalis dalam pelbagai kegiatan Al Khidmah di Bantul.
[6]
Saya lupa berapa jumlah orang yang ikut ke Kediri. Seingat saya ada
dua mobil termasuk anak-anak dan pemuda Rembang, yang masih keponakan
KH. Musthofa Bisri, yakni Muhammad Baihaqi Latif. Sejak tahun 2007,
Baihaqi bersama saya tinggal di rumah H. Saring Artanto
[7] Sebelumnya memang antara komunitas perantau dan pengusaha dengan KH. Achmad Burhani belum saling mengenal.
[8]
Secara definitif (bahkan sampai sekarang) di Sleman belum terbentuk
kepengurusan Al Khidmah. Karena masih baru, atas kebijakan H. Joko
Suyono, Jama’ah Al Khidmah Sleman digabung dengan kepungurusan Jama’ah
Al Khidmah Kota Jogjakarta.
[9] Beliau adalah ustadz dari PP Al
Fithrah Kedinding Surabaya, yang secara kebetulan mendapatkan beasiswa
dari Depag RI untuk menempuh S1 Bidang Hukum Islam ekstensi selama 2
tahun, 2008-2010, di UIN Sunan Kalijaga.
[10] Data ini saya
peroleh dari tanggal upload foto Launching Al Khidmah Kampus Semarang
dari facebook Deeda Anwar. Saya tekankan bahwa data ini belum valid
(?). Al Khidmah Kampus Semarang terdiri dari Universitas Islam Sultan
Agung (Unisulla), Politeknik Negeri Semarang (Polines), Universitas
Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes), IAIN
Walisongo, IKIP PGRI, Udinus, dan Universitas Wahid Hasyim.
[11]
Saya lupa siapa saja mereka. Tetapi pada prinsipnya mereka adalah para
santri yang juga mahasiswa, yang selama ini mendukung Majlis Al Khidmah
di Nologaten.
[12] Saya juga lupa siapa saja mereka. Seingat
saya sebagian adalah mahasiswa UGM, antara lain, Majid, Witri, dan
entah sekali lagi saya lupa.
[13] Lihat Surat Jawaban dari Takmir
Masjid UIN Sunan Kalijaga untuk Al Khidmah Kampus UIN Sunan Kalijaga
tertanggal 01 Juni 2011, dengan nomor surat 48/B/Lab Agama SK/VI/2011.
[14]
Karena ada pembaharuan kebijakan, selepas Lebaran Idul Fitri 2011,
Majlis Rutin Selasa Sore dipindah menjadi Majlis Rutin Jumat Sore.
[15]
Tentu masih banyak nama-nama baru yang tak bisa saya sebut semua di
sini. Tetapi yang jelas, mereka yang saya sebut di sini adalah kader Al
Khidmah Kampus generasi awal.
[16] Lihat di situs resmi Jama’ah Al
Khidmah, [http://al-khidmah.org/index1.php?kode=16], last updated 21
Desember 2011, accessed 21 Desember
subhanalloh
BalasHapussubhanalloh izin share kang semoga bermanfaat
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusdi tahun 2021 ini. saya menemukan tulisan ini. smoga sya bisa diarahkan dan dapat ridho Allah hadir di Majlis Al Khidmah.
BalasHapus